Berita


Berita :

  1. Fakta-fakta tersembunyi tentang Rendang
  2. Sejarah dan perkembangan Gudeg

Fakta fakta Tersebumbunyi tentang rendang


Fakta fakta Tersebumbunyi tentang rendang, Pasti semuannya pada tau kan rendang itu apa ? Kalo belum,ok,ane jelasin dikit.

Fakta fakta Tersebumbunyi tentang rendang

Rendang adalah makanan khas Sumatera Barat dengan rasa yang pada umumnya pedas. akan tetapi tingkat kepedasan tergantung oleh racikan sang juru masaknya.

Ciri khas dari rendang asal Pariaman adalah warna yang coklat tua serta bumbu yang hampir kering dengan rasa yang sangat lezat. Untuk mencapai warna yang coklat tua serta bumbu rendang yang hampir kering tersebut, rendang dimasak cukup lama yaitu minimal 8 jam.dengan api kecil serta selalu diolah.

Semakin lama rendang dimasak maka rasanya akan semakin lezat. Apabila rendang yang dimasak hari ini dan tidak habis maka tidak perlu dikhawatirkan akan menjadi basi. Cukup dipanaskan dalam wajan dengan api kecil saja tanpa menambahkan bumbu kembali, kelezatan rendang akan tetap terjaga.
Semakin sering rendang dipanaskan maka rasa rendang akan semakin lezat dan warna bumbunya akan semakin tua menjadi coklat tua dan dapat mendekati hitam.

Berikut Fakta fakta Tersebumbunyi tentang rendang :
  1. Rendang merupakan masakan yang mampu bertahan sampai 3 bulan tanpa dipanaskan kembali, tanpa berubah rasa dan aroma.
  2. Semakin lama disimpan maka akan semakin enak rasanya.
  3. Rendang adalah makanan terenak di dunia. Rendang adalah makanan asli Sumatera Barat, Indonesia, yang menduduki posisi pertama dalamWorld’s 50 Delicious Food versi CNN internasional.
  4. Rendang merupakan olahan kreatif masyarakat Sumatera Barat yang dahulunya disajikan untuk raja dan kalangan bangsawan.
  5. Dimasak selama kurang lebih 8 jam agar bumbu meresap sempurna, dan diperoleh cita rasa yang khas dan nikmat.
  6. Untuk memasak rendang harus menggunakan santan dari buah kelapa yang tua karena lebih banyak lemaknya agar rasanya lebih gurih. Bila menggunakan santan instan rasanya kurang begitu lezat.
  7. Rendang populer di manca negara. Tak hanya terkenal di Indonesia, Rendang juga sudah sangat diminati di luar negeri. Rendang sudah menyebar ke benua Eropa, bahkan dalam berbagai festival kuliner internasional, masyarakat Eropa sering mencari rendang untuk dicicipi.
  8. Memasak rendang tidak bisa sembarangan. Jika memasak dengan api kecil maka hanya akan menghasilkan kari daging. Bila dimasak terus akan menjadi kalio daging yang agak berminyak dan bila dimasak lebih lama lagi baru akan menghasilkan rendang.
  9. Rendang ternyata sudah melanglang buana dan eksis sejak sebelum adanya kerajaan Adityawarman, kurang lebih abad ke-8.
  10. Rendang berasal dari daerah pegunungan, tepatnya daerah Pariangan, Padang, Sumatera Barat. Dari sanalah rendang mulai merambah ke daerah-daerah di luar Sumatera bahkan ke seluruh dunia.
  11. Kelebihan rendang selain terkenal sebagai makanan yang tahan lama juga bercita rasa pedas. Namun ketika sudah sampai di lidah, rasa pedasnya akan hilang.
  12. Untuk memasak rendang sebaiknya menggunakan kayu bakar, bukan kompor. Api yang dihasilkan dari kayu bakar bisa membuat daging matang sempurna.
  13. Dalam pengolahan rendang, yang harus diutamakan adalah proses pengadukan santan yang harus dilakukan terus-menerus agar didapat rendang lezat dengan warna kehitaman.
  14. Rendang adalah makanan asal Padang, Sumatera Barat yang ternyata dipengaruhi cita rasa masakan India.
  15. Orang Eropa suka rendang. Secara global taste-nya juga disukai. Di dalam rendang ada taste mediteranian Eropa Timur dan ada taste India juga.

Gudeg: Sejarah dan Perkembangannya 



     Gudeg bagi sebagian orang asli Yogyakarta, yang lahir sebelum era kemerdekaan, seperti Mbah Pawiro Wiyono (75 tahun), petani buta huruf warga Desa Tlogoadi Kecamatan Mlati merupakan lauk pauk yang sudah dikenalnya sejak kecil. Nasi gudeg, demikian ia menyebut makanan tradisional masyarakat Yogyakarta yang terus eksis hingga sekarang. Mbah Pawiro menyebut gudeg sebagai makanan dari gori (nangka muda) yang rasanya manis tapi gurih, karena tambahan bumbu arehnya (santan kental) dan ampas minyak kelapa (klendo) yang lezat. Ditambah lauk pauk lainnya seperti tahu, sambal krecek dan daging ayam. Artinya, lelaki tua ini hanya mengenal gudeg basah. 

     Kalau begitu, kapan orang Yogya mengenal gudeg kering yang relatif lebih awet dan tahan lama? Saat menelusuri ke beberapa sumber, sampai ke Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Kota Yogya. Di sana ada jawaban yang dapat saya temukan. Lewat Pak Herman, Kasi Pemasaran di instansi tersebut, yang ternyata cukup kaya wawasan dan pengalaman soal makanan tradisional di Yogya. Gudeg, menurut hasil obrolan saya dengannya, bukan berasal dari dalam lingkungan Kraton Yogyakarta. Namun merupakan makanan tradisional masyarakat. Gori atau nangka muda, adalah bahan baku utama gudeg yang lebih umum dikenal. Sebab di masa lalu, bahan baku ini sangat mudah diperoleh di kebun-kebun milik masyarakat Yogyakarta. “Walaupun ada pula bahan lainnya seperti manggar (pondoh kelapa), karena dulu batang pohon kelapa kerap dijadikan bahan bangunan dan jumlahnya banyak, tidak seperti sekarang. Selain itu ada pula gudeg dari rebung (anakan pohon bambu), tapi yang ini sekarang amat langka dibuat gudeg,” sebut Herman. 

     Menurut Herman pula, di jaman dulu orang Yogya hanya mengenal satu jenis gudeg, yakni gudeg basah. Gudeg kering dikenal setelahnya, sekitar 57-an tahun dari saat sekarang ini. Hal ini setelah orang-orang dari luar Yogya mulai membawanya sebagai oleh-oleh. Keuntungannya, gudeg pun tumbuh sebagai home industry makanan tradisional di Yogya. Lalu berdasarkan literatur sejarah Mataram Islam yang ditulis oleh Haji de Graf, masakan gudeg bahkan tidak dikenal. Di bagian ketika Ki Ageng Pemanahan melakukan bedhol desa atas titah Sultan Hadiwijaya dari wilayah Surakarta ke Alas Mentaok, masuk ke daerah Kotagede, yang dikenal sebagai ibukota Mataram lama. Sebelum masuk ke Kotagede, rombongan Ki Ageng Pemanahan dijemput di Ki Gede Karanglo pinggir Sungai Opak. (Jangan bayangkan kondisi sungai ini di zaman dulu dengan sekarang). Rombongan tamu terhormat diminta menyeberang sekalian berbasuh di sungai itu, yang diyakini akan segera membuang lelah dan penat. Seusai menyeberang dan berbasuh, rombongan itu diterima di kediaman Ki Gede Karanglo, dijamu dedhaharan (suguhan nasi dengan lauk pauknya). Haji de Graf amat detail dan ‘cantik’ melukiskan apa saja yang disuguhkan kepada Ki Ageng Pemanahan dan rombongannya, yakni sayur pecel, peyek atau rempeyek kacang dan sayur kenikir. Tentunya hal ini pun menimbulkan pertanyaan dan misteri yang pantas diungkap lebih jauh. Mengapa sejarah sayur pecel di Yogya justru hilang. Justru yang dikenal malahan Madiun, yang lalu dijuluki ‘Kota Pecel’. Bahkan sekarang orang lebih mengenal Yogya sebagai Kota Gudeg. Padahal, karena ada sumber literaturnya, seharusnya orang Yogya dapat mengklaim daerahnya sebagai asal sayur pecel. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar